Karena hidup itu akan berakhir.
Kalau kamu memaksakan yang tak mungkin, maka kamu yang akan merasa sakit.
Ardan menatap kedalam mata wanita dihadapannya. Mencoba mencari riak canda ataupun dusta yang bisa terlihat. Tapi nihil, semakin ia mencari, semakin ia melihat bahwa yang nampak adalah keseriusan berbaur dengan kesedihan.
“Lan, ini gak serius kan ? Kamu bercanda kan ?” tetap saja ia bertanya, memastikan semua yang telah ia dengar dari wanita ini.
Lani menggeleng, “Aku serius, Ardan, aku ingin kita putus !”
Kembali tegas itu yang terucap dari bibi Lani, dan lagi-lagi Ardan merasakan hempasan kuat didadanya, telak.
“Tapi … tapi kenapa ?” Ardan tidak mengerti, apa ini hanya bagian dari mimpi buruknya ? Kalau iya dia berharap untuk segera bangun sekarang juga.
Lani hanya menunduk, wanita yang telah menjadi kekasihnya 5 tahun ini hanya diam, apa yang kamu pikirkan Lan ?! Ardan berteriak dalam hati.
Ketika jam istirahat Lani memintanya untuk ke café diseberang kantor, mengajak makan siang sambil membicarakan sesuatu. Ardan pikir mereka akan membahas persiapan pernikahan mereka yang sudah hampir selesai. Tapi yang ia dapat malah kejutan buruk seperti ini.
“Kita mau menikah, dan ini bukan main-main Lan !!” suara Ardan meninggi, emosi mulai menggantikan kebingungannya.
Lani masih tetap diam, tidak bisa berbicara atau tidak ingin berbicara ? Katakan sesuatu Lan, diammu membuatku mulai frustasi, rutuk Ardan dalam hati
Persiapan pernikahan mereka sudah 90%, tempat sudah dipesan, hari sudah ditetapkan, dan undangan sudah siap, walaupun belum tersebar, tapi kebanyakan teman dan kolega mereka sudah mengetahui hari bahagia mereka.
Dan sekarang, dalam beberapa menit saja Lani sudah membalikkan semuanya menuju sebuah mimpi buruk bagi Ardan.
Ardan menggenggam tangan Lani lembut, mencoba mengatur emosinya. Dia sadar amarah tidak akan menyelesaikan masalah.
“Lan, ayolah, apa yang sebenarnya terjadi, kenapa tiba-tiba kamu berubah pikiran seperti ini?”
Lani mengangkat wajahnya, kembali mereka saling berhadapan, ada setitik embun di sudut mata Lani.
Ardan mencoba mencari, apa yang sebenarnya terjadi. Adakah kesalahannya yang menyakiti hati Lani atau sesuatu yang buruk yang telah Lani lakukan ?
Selingkuh ??
Tidak, Ardan menepis pikiran itu, Lima tahun bersama Lani sudah cukup membuatnya mengenal wanita itu dengan baik, bagaiman cara berpikirnya dan prinsip-prinsip dalam hidupnya, Lani bukan seorang peselingkuh. Dan Ardan pun cukup yakin bahwa dirinya juga seorang yang setia bagi Lani.
Bibir Lani bergerak ragu, seolah diujung lidahnya sudah siap tertumpah segala jawaban yang dinantikan Ardan, namun …
“Aku hanya ingin kita putus, tidak ada pernikahan, aku akan berbicara dan meminta maaf pada orang tua kita, ini semua salahku”
Setelah itu Lani bangkit, pergi dengan langkah cepat, meninggalkan Ardan yang terdiam, mencerna kalimat Lani barusan, mencari kata-kata mana yang bisa menjelaskan keputusan buruk yang telah diambil Lani. Tapi kembali lagi, nihil, tidak satupun dalam kalimat Lani yang bisa memberikan sebab dari semua bencana ini.
Lani sudah menghilan dari pandangan Ardan, namun rasa terkejut, marah, bingung masih melingkupi pikiran Ardan. Kemudian terbayanglah wajah Ayah, Ibu, Paman, Bibi, Nenek, semua sanak saudara hingga rekan-rekan sekantornya. Penjelasan apa yang akan dia berikan untuk mereka ?
No comments :
Post a Comment