“Hai …”
Dia menoleh dan seperti biasa akan
selalu bertampang konyol saat melihatku, pikir Lyla.
“Baru sampai?” tanyanya tanpa rasa
bersalah
“Yeah, baru lima
menit lalu” padahal Lyla sempat memandangi lukisannya hampir setengah jam, tapi
ia tak ingin membuat Rio merasa bersalah atau
tidak seharusny merasa bersalah.
“Bagaimana kabar Riri?”, akhirnya ia
bertanya juga, pikir Lyla
“Apa kau masih ingat Riri? Aku
pikir dia sudah menjadi salah satu model yang tidak kau perlukan lagi”.
Rio tersenyum kecil, walau ia
membelakangku tapi aku tau ia sedang tersenyum dan mengaggap lucu sesuatu,
entah apa itu karena bagi Rio semuanya lucu.
“Jangan sinis, aku kira semua
maslahnya sudah selesai, karena tak ada lagi hubungan antara aku dan riri,
pekerjannya sebagai model telah selesai kan ?”
Ya, ‘tapi pekerjaannya’ denganmu
belum tuntas, bisik Lyla dalam hati. Apa sebegitu dinginnya ia sampai tidak tau
bahwa saat ini Riri sedang terluka?
“Riri sahabatku, Rio ”
suara Lyla mulai bergatar
“Lalu?” Rio
sama sekali tidak berbalik bahkan ringan sekali suaranya seperti sedang mendengarkan
lelucon
“Kamu sudah menyakitinya yang
berarti menyakitiku juga”Lyla masih menahan emosinya
“Hmm….sweet friendship”
Lyla menyipitkan matanya, ia tak
percaya bahwa sosok didepannya mampu berkata seperti itu saat ia sedang
berusaha membela sahabatnya. Dari dulu ia paham bahwa Rio bukanlah orang yang
begitu mempercayai sebuah hubungan, tapi baginya Rio
sudah keterlaluan, ia merasa diremehkan apalgi diatas segala perasaannya selama
ini.
“Kalau gitu kenapa dulu kamu
memberinya harapan?”
Pertanyaan itu berhasil membuat Rio menoleh, lurus ia menatap Lyla
“Siapa yang memberinya harapan? Aku
hanya berbuat baik padanya, makan siang bareng, mengantarnya pulang atau
mejenguknya saat sakit,itu semua hanya atas nama kebaikan, gak lebih. Dan kalau
ia mengartikan lain, maaf itu bukan tanggung jawabkukan?”
Lyla merasa tubuhnya bergetar
hebat, harusnya ia tak kaget mendengar kata-kata Rio, bukankah dari SMA ia
sudah tau seperti apa sifat Rio ? Rio yang begitu cuek, bicara seenaknya, melakukan apapun
semaunya, tak peduli pendapat orang dan tak pernah menjalin hubungan apapun,
bahkan sekedar hubungan pertemanan. Hubungannya dengan Riopun hanya sekedar say
hello dan hanya karena rumah mereka berdekatan, itu juga lebih sering Lyla yang
yang menyapa duluan.
Tapi saat ini Lyla benar-benar tak
menyangka kata-kata dingin itu bisa kelur dari mulutnya.
“Apa kamu benar-benar sebrengsek
itu?” desis Lyla
“Jadi kamu mau aku bagaimana?
Berpura-pura menyukainya dan pacaran dengannya begitu? Ayolah Ly, kamu pasti
tau sifatku seperti apa. Aku gak akan pernah bisa menjalin hubungan seperti itu
…”
“Ya, tapi bukan berarti kamu menyakiti
Riri kan ?”
suara Lyla mulai meninggi, ia sudah tak mampu menahan perasaannya, entah karena
Riri yang tersakiti atau dirinya yang mendengar kata-kata itu. Kegalauannya
selama ini makin memuncak,kesedihan sahabatnya dan perasaan bersalah itu, semuanya
menjadi beban baginya.
“Ok, ok aku bersalah dan aku minta
maaf, cukup?”
Lama mereka terdiam, Lyla masih
berusaha menahan amarahnya sedangkan Rio hanya
menatap Lyla seperti hendak menyampaikan sesuatu.
“Mungkin seharusnya aku gak
mempertemukanmu dengan Riri,” kata Lyla pelan
Setelah itu Lyla melangkah pergi
dari studio yang dirasanya semakin sempit, tidak lagi seperti dulu saat ia
menyimpan rasa itu, saat dimana hari-harinya hanya berputar pada studio lukis
dan … Rio .
“Aku suka Rio ,
La” itu kata-kata Riri yang pernah membuatnya bimbang.
Berawal dari Lyla yang menawarkan Riri untuk
menjadi model lukis Rio, ia tak menyangka bahwa kecuekan Rio
mampu menarik rasa sahabatnya. Saat itu ia sudah sangat mengenal Rio yang tak pernah terarik untuk menjalin hubungan
apapun tapi ia tak mampu untuk berkata pada Riri, toh ia rasa Riri pun tak akan
mendengarkan kata-katanya. Selain itu ia tak ingin merasa munafik pada dirinya
sendiri, karena ia mengakui bukan hanya karena tau sifat Rio yang seperti itu ia
memperingatkan Riri tapi karena ia juga suka pada Rio .
Ia tak ingin menghakimi dirinya sebagai orang yang berusaha menghalangi
kebahagiaan sahabatnya.
Namun sekarang ia merasa benar-benar bersalah,
andai ia mengatakan dari dulu pada Riri, mungkin sahabatnya itu tak akan
terluka atas penolakan Rio ditambah lagi entah dariman tiba-tiba muncul persaan
lega mengetahui Rio sama sekali tak memiliki perasaan apapun pada Riri, Lyla
merasa ia telah begitu jahat.
Lyla berlari mencoba menghilangkan
semua perasaan itu hingga tubuhnya tak terlihat lagi oleh sepasang mata yang
dari tadi memperhatikannya, Rio .
Cowok itu menghela nafas, sesuatu
yang tidak pernah dilakukannya karena ia tak pernah sama sekali mempunya
masalah yang begitu berat. Karena itu ia tidak pernah menjalin hubungan dengan
sipapun dengan akrab, namun kali ini berbeda, menyangkut hatinya yang tiba-tiba
tidak mau diatur.
Lyla, cewek yang menurutnya begitu
ribut mampu membuat pendiriannya goyah, perlahan ia mulai belajar berhubungan
dengan orang lain, membiarkan Lyla mengaca-acak studionya yang bahkan
orangtuanya pun tidak ia perbolehkan masuk. Sampai akhirnya ia sadar bahwa ia
menyukai Lyla, hal yang selama ini ditakutkannya akan terjadi, namun semuanya
telah terlanjur dan ia menikmatinya.
Ia pun tau Lyla juga menyukainya,
bukan GR hanya saja ia bisa merasakannya dan inilah kebodohannya, ia tak mampu mengungkapkan
perasannya tapi malah menunggu Lyla untuk maju lebih dulu.
Benar-benar bodoh, ia dan Lyla
seperti bermain tebak-tebakkan perasaan masing-masing sampai akhirnya mucullah
Riri yang dengan terang-terangan mengaku suka padanya. Dan Lyla, walaupun
ekspresinya terlihat aneh namun ia masih bisa tersenyum seolah-olah tidak tau
perasaan Rio atau mungkin ia memang tidak tau?
Atau lagi-lagi ia menyembunyikan perasaanya diantara tumpukan kata sahabat?
Ahhh … Rio
menghempaskan badannya ke sofa, entah ia harus apa menghadapi situasi seperti
ini, yang ia rasakan sampai saat ini hanyalah perasaan sukanya pada Lyla, apa
itu salah? Mungkin saja, atau mungkin kesalahan ini karna Lyla yang tak
mengungkapkan perasaan padanya? Bisa jadi, atau mungkin kemunculan Riri yang
dirasanya tidak tepat. Atau …atau mungkin semuanya memang telah salah dari awal
mereka bertemu.
No comments :
Post a Comment